2 Hal yang susah dicari tandingannya di Rote:
sunset dan bintang dengan milkyway-nya.
Sisi selatan yang berhadapan langsung dengan samudera Hindia ini selalu membuat saya bisa melamun sambil menggenggam sebotol beer dingin. Menatap ufuk yang berubah warna sampai gelap datang.
(Napa gua jadi puitis gini??)
Kali ini saya menghabiskan banyak waktu di sisi utara (walaupun disebut Rote Timur), yang tidak bisa melihat ufuk barat. Tapi keindahan mulut seribu sudah cukup menghibur saya. Ditambah dengan aspal halus dan sepi dari kendaraan bermotor yang jadi jalur lari saya hampir setiap sunset datang.
Wajah anak-anak Indonesia. Mereka tidak bermain dengan telepon genggam atau game console. Mereka bermain di alam mereka. Sepanjang saya lihat, kalau anak-anak di desa ini bermain, mereka ceria-tertawa bersama teman-temannya. Kalau “anak kota” bermain game dengan console-nya kok lebih banyak yang cemberut dan mengerungkan dahinya. Kayaknya banyak dari kita yang harus memikirkan ulang tujuan hidup kita.
Sering juga kejadian hampir tiap sore saya di ujung selatan Indonesia. Setiap saya lewat berlari, mereka panggil-panggil “‘mister” dan saya selalu mengajak mereka ikut berlari. Semua kita TERTAWA. Pengen deh belikan sepatu buat mereka supaya bisa ikut berlari.
Siapa yang mau ikut berlari di Rote?
Serius banget ya curhat saya hari ini?
Yang penting saya ga curhat karena sudah ubanan kan?
Konservasi…..
Bicara konservasi adalah sebuah topik yang sangat pelik.
Siang tadi saya berkesempatan berbincang dengan beberapa nelayan lokal. Salah satu cerita mereka yang masih memakan penyu yang tertangkap jaring.
Lama saya bergaul dengan nelayan-nelayan di tempat ini, saya tahu sehari-hari seringnya mereka hanya makan nasi dengan garam ataupun nasi dengan tomat yang dipotong-potong. Tidak mungkin mereka beli daging sapi atau ayam untuk makan sehari-hari. Ikan pun lebih sering mereka jual untuk membeli sembako (ya, termasuk di sana ROKOK dan SOPI).
Ketika mereka mendapatkan penyu, tak mungkinlah mereka terpikir untuk dilepas. Karena itu bisa mengenyangkan perut mereka. Demikian juga untuk telurnya. Mau berbusa-busa sekalipun saya menjelaskan pentingnya penyu, mereka tak akan paham. Berbagai masalah konservasi akan pelik kalau berhubungan langsung dengan perut manusia. Jalan keluarnya: kita harus mencari substitusinya.
Tentu sikap saya ini akan SANGAT BERBEDA kalau bertemu MANUSIA KOTA yang seharusnya cerdas dan masih terpenuhi kebutuhan dasarnya.
Kamu ada cerita soal konservasi?